Selasa, 10 September 2013

cerpen dari bu fajri


Antara Purwokerto dan Tepi Timur Jawa Tengah
Oleh : Fajriyah Al-Khusainudin

Purwokerto, Minggu 5 Juni 2011
                Malam kelam menyelimuti bintang-bintang. Dingin menerjam, menerpa hingga terasa tertusuk ketulang. Beberapa pemuda dan seorang pemudi asyik berdiskusi, entah bagaimana mereka mengatasi rasi dingin itu. Satu pintu kamar terbuka lebar. Seorang pemuda berbadan sedikit gemuk asyik menghisap rokok sembari memutar-mutarnya dan membentuk lingkaran asap dari dalam mulutnya. Jam berdentang sebelas kali. Bumi semakin kelam.
                Pipo, pemuda berbadan sedikit gemuk itu, dengan gerakan sekenanya mengeluarkan sesuatu yang dia selipkan di bawah kasurnya. Kotak kecil. Dia membuka kotak kecil dan mengeluarkan lintingan  mirip rokok seisap panjang, Pipo telah berpindah ke dunia lain.
                Di kamar yang lain ada sepasang anak manusia yang asyik berdua. Jendala dan pintu tertutup rapat. Gorden tebal mengisolasi penghuninya dari yang lain. Entah apa yang sedang mereka lakukan. Kos, Pondok Gang Kemasan memberikan kebebasan penuh pada penghuninya. Mungkin itu sebabnya, Pondok Gang Kemasan di daerah Kebon Dalem Purwokerto itu tak pernah kosong dari penyewa.

Desa Bulurejo, Tepi Timur Jawa Tengah, waktu yang sama.
                Lukman, pemuda seusia Pipo, duduk bersama 6 pemuda lainnya. Di papan tulis dekat Lukman tertulis lantunan isi kitab Tafsir Ahkam. Mereka berdiskusi dengan suara sedang.
                Wajah mereka bersih bersinar. Tatap mata itu teduh menyejukkan. Aneh jika melihat mata menyejukkan itu berubah ganas dan garang, menyeramkan sehingga orang-orang kafir dan orang-orang munafik gentar. Beberapa mereka mempunyai keahlian istimewa.
                Hamid, pemuda asal Cirebon, mempunyai keagungan akhlak tiada duanya. Keagungan akhlak itu terwujud ketika ia dididik oleh seorang ulama. Sebelum sifat itu datang, ulama membina ia hingga bertabiat sempurna. Akhlaknya dilihat harus dicontoh.
                Yusra, pemuda asal Cilacap, lain lagi. Jika pemuda hafidz ini disingkap, maka sekeliling bulu kuduk kita akan ditemui berdiri karenanya.
                “Gara-gara suatu karomah dari Allah SWT,” jelasnya pendek.
                Yusra termasuk aktifis Ormas Islam yang sungguh ditunggu kiprahnya karena ia memiliki kewibawaan dalam ceramah-ceramah serta diskusi-diskusinya demi mewujudkan kepribadian akhlak yang agung di hadapan-Nya, termasuk mengentaskan bobroknya moral remaja di zaman ini, zaman teknologi.
                “Waktu itu perkiraan saya sangat menakjubkan sekali, tentang moral remaja di bumi Allah ini. Agaknya bumi Allah ini enggan menerima jasad seorang perusak di bumiNya. Akhirnya saya belajar keras hingga saya harus dihina dan dipukul oleh kaum yang sombong yang enggan menerima nasihat dari ulama. Saat itu saya dihina dan dirayu seorang wanita karena orang bila bila saya adalah seorang abid Allah yang setia, tetapi Allah telah memberikan kemudahan atas itu.” Senyum penuh syukur selalu menghiasi Yusra ditiap hidupnya.
                Faisal, pemuda asal Jombang, mempunyai budi pekerti yang luar biasa hampir sama dengan Hamid. Berbeda dengan Hamid yang cenderung diam, Faisal bersedia cerita masa-masa dia dibina oleh ulama.
                “Sesungguhnya kesuksesan duniawi bila tidak disertai kesuksesan ukhrowi hanyalah kesenangan semu. Dunia adalah jembatan demi menuju rumah yang sesungguhnya. Dunia yang selalu mengejek nafsu dalam tubuh kita gara-gara sekongkol antara hati kecil dan nurani sering mencambuk amal kita demi meraih keridhoan dari Nya. Jika cambuk itu mengenai kita, rusak lah niat kita, amal kita, tafakkur kita, dan ibadah soleh lainnya. Siapa yang terkena cambuknya  niscaya neraka jaminan nya. Sejak saat itu, hati akan terhijab atas rahmatNya.
                Mengingat masalah neraka, teringat pula dengan kotak neraka. Pernah dengar kotak neraka?? yaitu alat penyiksaan orang-orang Yahudi terhadap kaum muslimin dalam penjara mereka. Mereka sengaja menciptakan alat tersebut dengan ukuran 1x1 meter. Kotak itu terbuat dari seng. Pada saat matahari bersinar terik, udara dalam kotak itu tak tertahan kan. Satu satunya lubang udara hanya lubang tempat mereka meneteskan tepat ke kepala penghuni kota kotak. Jika 1 menit saja seorang di masukkan ke sini, dia pasti menyerah, apa lagi dengan kotak neraka yang sesungguhnya. Subhanallah. Maka dari itu marilah benahi diri kita dengan akhlaqul karimah.”
                Faisal pemuda yang tangguh akhlaknya. Dia mengalami hampir semua jenis godaan hidup  yang menggiurkan jiwanya. Subhallah, dia bisa bertahan. Kondisi jiwanya pun tak dapat digulingkan hanya dunia semata. Apakah karena dia pemuda yang selalu mengisi malam-malamnya dengan munajat Allah??
                Demikian sedikit tentang 6 sahabat yang duduk mengelilingi Hamid, salah satu ketua Ormas Islam di Jawa Timur. Pembicaraan mereka dapat didengar hingga keujung langit ketujuh.

Puwokerto, Jum’at 10 juni 2011
                Kos Gang Kemasan. Pipo mengajak rekannya pesta disana. Tak ada yang ulang tahun, tapi memang tak penting. Yang penting pesta. Karpet digelar. Video dipasang.
                Seseorang  membawa kaset video istimewa. Kursi dipinggirkan ketepi dinding.
                Semua penghuni Kos Gang Kemasan di ajak serta. Hanya 1 penghuni yang menolak hadir. Sedari sore dia, Andi berkemas. Dia pindah ke kos teman nya untuk malam ini saja.
”untuk yang ginian aku gak bisa ikutan. Ngeri aku mendingan aku nge-band atau tidur,“ komentar anak teknik computer itu.
                Sore menjelang maghrib, musik rumah atau house music memenuhi Kos Gang Kemasan. Beberapa pasang segera turun ketengah ruangan yang telah disulap menjadi tempat jojing. Sebagian kecil sibuk transaksi disudut ruangan. Benda-benda seperti lintinagan rokok, pil-pil aneka warna, berpindah tangan dengan cepat.
                Semakin malam Kos Gang Kemasan makin heboh. Pemuda dan pemudi terbagi 4. Ada yang duduk-duduk disudut ruangan dengan lintingan rokok. Ada yang turun ketempat jojing, derdisko tanpa kenal lelah.
                Mereka tak perlu kuatir tentang masalah keimanan. Danil, salah satu peserta pesta, anak seorang berpengaruh di negeri ini.

                Sekitar Jombang, waktu yang sama.
                Hamid melakukan istighotsah, menundukkan kepala dengan khusyuk. Amanah Allah telah dijalankannya dengan penuh ikhlas. Sedikit gerak jari-jarinya seiring bibir komat-kamit mengagungkan asma Allah Yang Maha Perkasa. Setelah selesai Hamid memanggil Ali.
                “Bangunkan anak-anak,” perintah Hamid.
                Ali mengangguk mantap. Dengan bertasbih mengagungkan Allah, Ali menelusuri lorong-lorong kamar. Jalanan lenggang. Sebagian penghuni masih sibuk membanting tulang demi meraih sesuap nasi atas ridhoNya, sebagian besar sisanya, para teman seperjuangan melakukan hal yang sama, beribadah kepada Allah dengan khusyuk.
                Beberapa kali Ali menjawab salam yang ditujukan padanya dari teman seperjuangannya yang sedang membanting tulang dalam gelap ditengah halaman. Ali mengetuk pintu kamar Amir Abdulloh. Ia disana Amir Abdulloh merupakan salah satu dari 6 pemuda itu. Madrasah sepi. Murid-murid baru saja pulang. Amir Abdullah sedang duduk membaca Al Qur’an ketika pintu diketuk.
                Setelah bertukar salam, Ali mengatakan dengan tegas.
                “Sudah saatnya,” katanya dengan jelas pula.
                Amir Abdullah membaca ayat suci
                Yusuf, 108 : Katakanlah, “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikuti, mengajak (manusia) kepada Allah dengan petunjuk yang nyata, Maha Suci Allah, dan bukanlah aku ini dari golongan musyrikin.”
An-Nur, 37 : “mereka telah bertasbih kepada Allah di masjid-masjid, tempat yang diperintahkan untuk dimuliakan dan   disebut namaNya di pagi dan sore hari. Peniagaan dan jual beli tidak malainkan mereka dari mengingat Allah, mendirikan sholat dan membayar zakat. Mereka takut akan suatu hari ketika hati dan penglihatan mereka berguncang.”
                Selintas terlihat ekspresi gembira diwajah tenang itu.
                “Bismillahirrohmaanirrohiim,” ucapnya mantap.
                Sepeninggal Ali, Amir Abdullah menyelinap ke dalam ruangan sangat rahasia di madrasah yang juga tempat tinggalnya itu. Hati-hati dia menyiapkan diri.
                Bahan kental warna hitam pekat dimasukkan kedalam ransel hitam, lengkap dengan kabel penghubung berwarna hitam untuk disambungkan kestopkontak jika kekuatan bahan kental ini habis.
                Tanpa banyak menarik perhatian banyak orang, Amir Abdullah melakukan perjalanan menuju Wonosalam. Bibirnya tak henti melafalkan hafalan Qur’annya. Dia hampir sampai keayat Al Maidah 58 ketika bus penuh penumpang itu menuju pusat Kota Wonosalam.
                Dibenak Abdullah terbayang satu momen kehidupan umat islam berjaya di atas bumi ini. Pemimpin yang bijak, arif, dermawan, dan zuhud tertanam dalam jiwa mereka para pemimpin yang alim. Pemimpin-pemimpin ini dengan mantap dan penuh percaya diri atas rahmat Allah melakukan kepemerintahan yang berdiri dibawah naungan panji Allah yakni       ﻵاﻠﻪاﻻﷲﻤﺤﻣﺪاﻠﺮﺴﻮلﷲ  , walaupun kemungkinan berdirinya negara ini dengan system hanya 1% saja. Bus berhenti tanda sudah sampai.
                Semua telah berkumpul. 6 sahabat berdiskusi dengan penuh semangat. Tema diskusi mereka yakni ‘Menyingkap Keagungan Akhlak dan Moral Remaja Modern’. Dengan haru mereka saling mengajukan pertanyaan, “Mengapa remaja sekarang enggan mentaati perintah yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar?” terlontar dari mulut Sa’id. Salah satu dari 6 orang tersebut yang belum disebutkan. Dia termasuk yang paling baik hafalan Qur’annya.
                Hening memenuhi ruangan itu. Semua mata tertuju pada Sa’id. Pertanyaan yang amat cerdik. Hampir-hampir membungkam hening yang tak begitu lama  ̶  slow motion  ̶  Hamid berdiri menjawab dengan cermat dan tepat sembari tangan bergerak mengikuti irama bicaranya hampir-hampir 35 menit berbicara menjawab tuntas pertanyaan Sa’id.
Suara riuh bertakbir meraung-raung di ruang itu, berakhir dengan duduknya Hamid di kursinya. ̶  slow motion  ̶ Berakhir. Semua penghuni ruangan itu takjub. Selesai.
                Ditepi Timur Jawa Tengah Hamid dan kawan-kawan melaksanakan sholat jama’ah Dhuhur ba’da diskusi dilaksanakan. Do’a-do’a untuk tercapainya Negara yang berdiri dibawah naungan panji Allah dan remaja yang berakhlak agung merindukan surga Allah. Diantara mereka ada menunggu dengan hati berdebar, membayangkan hidup dengan damai dibawah naungan panji Allah….

Purwokerto, Minggu 12 juni 2011

Pipo baru saja bangun tidur setelah pesta seru kemarin malam. Matanya masih berat. Hari telah tinggi. Disebelahnya tidur dengan pulas Silvia. Dia melangkah keluar kamar setelah menghindari dua tubuh kawannya yang bergelimpangan di lantai berkarpet. Malas-malasan dia meraih segelas teh manis bikinan Bi Mirah yang selalu diletakkan di meja kecil depan kamar bersama koran pagi.
Pipo mengumpat kecil. Minumannya telah dingin. Asal dia membuka koran. Matanya terpaku pada suatu berita.
“Gila nih orang orang fundamentalis,” rutuknya sebal.
                “Ada apa?” Tanya Andi yang telah kembali dari rumah temannya
                “Kamu baca deh!” Pipo melemparkan koran ditangannya.
                “Kalau mau mendirikan Negara Islam begitu jangan disini dong !” ngedumel. “Indonesia kan Negara Demokrasi, gila!” umpatnya. Pipo memang cinta Indonesia.

Desa Bulurejo, Diwek, waktu yang sama.
Sa’id menerima pesan di hapenya. Wajahnya bersinar gembira. Saatnya telah tiba.
                “Selamat berjuang lagi, akhi,” pesan dalam teks di hapenya yang lumayan updates fashion di zaman modern ini. Senyum mengembang dibibirnya.
                Seperti Amir Abdullah, Sa’id menyiapkan diri dengan hati-hati. Jiwanya dipenuhi gemuruh takbir dan tahmid. Keindahan akan terciptanya negeri yang penghuninya berakhlak agung menggetarkan dirinya. tubuhnya terasa ringan.
                Tanpa kesulitan, Sa’id melakukan aksinya mengisi seminar tabligh akbar menuju insan mulia di pusat kota Wonosalam. Semarak takbir bergema. Puluhan ribu pendengar melantunkan takbir serentak.
               
Keesokan harinya, Purwokerto.
                Pipo tidak berniat membaca koran. Hari ini hari ketiga dia absen menghisap lintingan istimewanya. Badan pipo lemas. Kepalanya pusing. Mulutnya terasa kering. Hatinya mengutuk rekan yang biasanya setia memasok barang itu.
                Nasional Indonesia mengecap aksi Ormas Islam di Jawa Timur. Sementara itu ditepi Timur Jawa Tengah, Hamid sedang duduk berkeliling bersama sekelompok pemuda yang lain.
                “Bumi Allah adalah tempat berpijak kita hamba Allah diseluruh Dunia. Kita senantiasa berusaha menjadi abid Allah yang taqwa yang ma’ruf dan nahi mungkar. Kekufuran dan kemunafikan merenggut citra islam dalam sanubari mereka. Upaya kita ialah mengajak mereka menuju arah kepada Allah yakni mengikuti dan menjalankan perintah, dan sunnah NabiNya serta menjauhi laranganNya” suara Hamid mantap dan dalam.
                “Ya akhi,” Hamid mengedarkan pandang kesekeliling.
                “Perjuangan mengemban amanah Allah ini akan terus berlanjut, berapapun harganya. KH. Zainudin MZ memang telah syahid, tetapi perjuangan tak kan berhenti. Kaum orientalis boleh saja menyebarkan pahamnya, tapi kita tidak rela membiarkan sejengkalpun pengikut paham mereka.” Wajah Hamid kukuh seperti karang.
                “Hanya ada dua pilihan; kita diam terhina atau terus maju membebaskan negeri ini dari kekufuran dan kemunafikan. Kita telah memilih.”
                Para pemuda itu memperbaharui tekad mereka. Jika saja bangsa yang kufur dan munafik ini mendengar ucapan amarah dan tekad baja para pemuda, mereka akan lari terbirit-birit, tak berani kembali ke daerah khilafah Allah yang Agung itu, selamanya. Kecuali rahmatNya membawa Taubatan Nasuha pada mereka. Tekad itu bahkan menggetarkan langit, menimbulkan kekaguman para malaikat.

Catatan :
+ amanah -> adalah sesuatu yang harus dikerjakan dan hukumnya wajib. Amanah Allah ialah kita sebagai makhluk ciptaanNya wajib menyembahNya, bersujud padaNya dan haram mempermainkan dan menghina agama Allah seperti :
-          Orang yang membicarakan malu, akhlak dan kehormatan yang termasuk prinsip islam sebagai kampungan, feudal, borjuis dan usang.
-          Orang yang mengingkari kedaulatan Allah yang mutlak didalam realitas kehidupan manusia; politik, sosial, ekonomi, perundang-undangan, malah mereka mengatakan, “Manusia hendaknya mengatur masalah ini tanpa adanya keterikatan dengan syari’at Allah.”

-          Orang yang menganggap NASIONALISME bangsa itu lebih baik daripada Kedaulatan Islam mengambil alih segala peraturan dalam realitas kehidupan.

1 komentar: