Antara
Purwokerto dan Tepi Timur Jawa Tengah
Oleh : Fajriyah Al-Khusainudin
Purwokerto, Minggu 5
Juni 2011
Malam kelam menyelimuti
bintang-bintang. Dingin menerjam, menerpa hingga terasa tertusuk ketulang.
Beberapa pemuda dan seorang pemudi asyik berdiskusi, entah bagaimana mereka
mengatasi rasi dingin itu. Satu pintu kamar terbuka lebar. Seorang pemuda
berbadan sedikit gemuk asyik menghisap rokok sembari memutar-mutarnya dan
membentuk lingkaran asap dari dalam mulutnya. Jam berdentang sebelas kali. Bumi
semakin kelam.
Pipo, pemuda berbadan sedikit
gemuk itu, dengan gerakan sekenanya mengeluarkan sesuatu yang dia selipkan di
bawah kasurnya. Kotak kecil. Dia membuka kotak kecil dan mengeluarkan lintingan
mirip rokok seisap panjang, Pipo telah
berpindah ke dunia lain.
Di kamar yang lain ada sepasang
anak manusia yang asyik berdua. Jendala dan pintu tertutup rapat. Gorden tebal
mengisolasi penghuninya dari yang lain. Entah apa yang sedang mereka lakukan.
Kos, Pondok Gang Kemasan memberikan kebebasan penuh pada penghuninya. Mungkin itu
sebabnya, Pondok Gang Kemasan di daerah Kebon Dalem Purwokerto itu tak pernah
kosong dari penyewa.
Desa Bulurejo, Tepi
Timur Jawa Tengah, waktu yang sama.
Lukman, pemuda seusia Pipo,
duduk bersama 6 pemuda lainnya. Di papan tulis dekat Lukman tertulis lantunan
isi kitab Tafsir Ahkam. Mereka berdiskusi dengan suara sedang.
Wajah mereka bersih bersinar.
Tatap mata itu teduh menyejukkan. Aneh jika melihat mata menyejukkan itu
berubah ganas dan garang, menyeramkan sehingga orang-orang kafir dan
orang-orang munafik gentar. Beberapa mereka mempunyai keahlian istimewa.
Hamid, pemuda asal Cirebon,
mempunyai keagungan akhlak tiada duanya. Keagungan akhlak itu terwujud ketika
ia dididik oleh seorang ulama. Sebelum sifat itu datang, ulama membina ia
hingga bertabiat sempurna. Akhlaknya dilihat harus dicontoh.
Yusra, pemuda asal Cilacap, lain
lagi. Jika pemuda hafidz ini disingkap, maka sekeliling bulu kuduk kita akan
ditemui berdiri karenanya.
“Gara-gara suatu karomah dari
Allah SWT,” jelasnya pendek.
Yusra termasuk aktifis Ormas
Islam yang sungguh ditunggu kiprahnya karena ia memiliki kewibawaan dalam
ceramah-ceramah serta diskusi-diskusinya demi mewujudkan kepribadian akhlak
yang agung di hadapan-Nya, termasuk mengentaskan bobroknya moral remaja di
zaman ini, zaman teknologi.
“Waktu itu perkiraan saya sangat
menakjubkan sekali, tentang moral remaja di bumi Allah ini. Agaknya bumi Allah
ini enggan menerima jasad seorang perusak di bumiNya. Akhirnya saya belajar
keras hingga saya harus dihina dan dipukul oleh kaum yang sombong yang enggan
menerima nasihat dari ulama. Saat itu saya dihina dan dirayu seorang wanita
karena orang bila bila saya adalah seorang abid Allah yang setia, tetapi Allah
telah memberikan kemudahan atas itu.” Senyum penuh syukur selalu menghiasi
Yusra ditiap hidupnya.
Faisal, pemuda asal Jombang,
mempunyai budi pekerti yang luar biasa hampir sama dengan Hamid. Berbeda dengan
Hamid yang cenderung diam, Faisal bersedia cerita masa-masa dia dibina oleh
ulama.
“Sesungguhnya kesuksesan duniawi
bila tidak disertai kesuksesan ukhrowi hanyalah kesenangan semu. Dunia adalah
jembatan demi menuju rumah yang sesungguhnya. Dunia yang selalu mengejek nafsu
dalam tubuh kita gara-gara sekongkol antara hati kecil dan nurani sering
mencambuk amal kita demi meraih keridhoan dari Nya. Jika cambuk itu mengenai
kita, rusak lah niat kita, amal kita, tafakkur kita, dan ibadah soleh lainnya.
Siapa yang terkena cambuknya niscaya
neraka jaminan nya. Sejak saat itu, hati akan terhijab atas rahmatNya.
Mengingat masalah neraka,
teringat pula dengan kotak neraka. Pernah dengar kotak neraka?? yaitu alat
penyiksaan orang-orang Yahudi terhadap kaum muslimin dalam penjara mereka.
Mereka sengaja menciptakan alat tersebut dengan ukuran 1x1 meter. Kotak itu
terbuat dari seng. Pada saat matahari bersinar terik, udara dalam kotak itu tak
tertahan kan. Satu satunya lubang udara hanya lubang tempat mereka meneteskan
tepat ke kepala penghuni kota kotak. Jika 1 menit saja seorang di masukkan ke
sini, dia pasti menyerah, apa lagi dengan kotak neraka yang sesungguhnya.
Subhanallah. Maka dari itu marilah benahi diri kita dengan akhlaqul karimah.”
Faisal pemuda yang tangguh
akhlaknya. Dia mengalami hampir semua jenis godaan hidup yang menggiurkan jiwanya. Subhallah, dia bisa
bertahan. Kondisi jiwanya pun tak dapat digulingkan hanya dunia semata. Apakah
karena dia pemuda yang selalu mengisi malam-malamnya dengan munajat Allah??
Demikian sedikit tentang 6 sahabat
yang duduk mengelilingi Hamid, salah satu ketua Ormas Islam di Jawa Timur. Pembicaraan
mereka dapat didengar hingga keujung langit ketujuh.
Puwokerto, Jum’at 10
juni 2011
Kos Gang Kemasan. Pipo mengajak
rekannya pesta disana. Tak ada yang ulang tahun, tapi memang tak penting. Yang
penting pesta. Karpet digelar. Video dipasang.
Seseorang membawa kaset video istimewa. Kursi
dipinggirkan ketepi dinding.
Semua penghuni Kos Gang Kemasan
di ajak serta. Hanya 1 penghuni yang menolak hadir. Sedari sore dia, Andi
berkemas. Dia pindah ke kos teman nya untuk malam ini saja.
”untuk
yang ginian aku gak bisa ikutan. Ngeri aku mendingan aku nge-band atau tidur,“
komentar anak teknik computer itu.
Sore menjelang maghrib, musik
rumah atau house music memenuhi Kos
Gang Kemasan. Beberapa pasang segera turun ketengah ruangan yang telah disulap
menjadi tempat jojing. Sebagian kecil sibuk transaksi disudut ruangan.
Benda-benda seperti lintinagan rokok, pil-pil aneka warna, berpindah tangan
dengan cepat.
Semakin malam Kos Gang Kemasan
makin heboh. Pemuda dan pemudi terbagi 4. Ada yang duduk-duduk disudut ruangan
dengan lintingan rokok. Ada yang turun ketempat jojing, derdisko tanpa kenal
lelah.
Mereka tak perlu kuatir tentang
masalah keimanan. Danil, salah satu peserta pesta, anak seorang berpengaruh di
negeri ini.
Sekitar Jombang, waktu yang
sama.
Hamid melakukan istighotsah,
menundukkan kepala dengan khusyuk. Amanah Allah telah dijalankannya dengan
penuh ikhlas. Sedikit gerak jari-jarinya seiring bibir komat-kamit mengagungkan
asma Allah Yang Maha Perkasa. Setelah selesai Hamid memanggil Ali.
“Bangunkan anak-anak,” perintah
Hamid.
Ali mengangguk mantap. Dengan
bertasbih mengagungkan Allah, Ali menelusuri lorong-lorong kamar. Jalanan
lenggang. Sebagian penghuni masih sibuk membanting tulang demi meraih sesuap
nasi atas ridhoNya, sebagian besar sisanya, para teman seperjuangan melakukan
hal yang sama, beribadah kepada Allah dengan khusyuk.
Beberapa kali Ali menjawab salam
yang ditujukan padanya dari teman seperjuangannya yang sedang membanting tulang
dalam gelap ditengah halaman. Ali mengetuk pintu kamar Amir Abdulloh. Ia disana
Amir Abdulloh merupakan salah satu dari 6 pemuda itu. Madrasah sepi.
Murid-murid baru saja pulang. Amir Abdullah sedang duduk membaca Al Qur’an
ketika pintu diketuk.
Setelah bertukar salam, Ali
mengatakan dengan tegas.
“Sudah saatnya,” katanya dengan
jelas pula.
Amir Abdullah membaca ayat suci
Yusuf, 108 : Katakanlah, “Inilah jalanku, aku dan
orang-orang yang mengikuti, mengajak (manusia) kepada Allah dengan petunjuk
yang nyata, Maha Suci Allah, dan bukanlah aku ini dari golongan musyrikin.”
An-Nur,
37 : “mereka telah bertasbih kepada Allah
di masjid-masjid, tempat yang diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut namaNya di pagi dan sore hari.
Peniagaan dan jual beli tidak malainkan mereka dari mengingat Allah, mendirikan
sholat dan membayar zakat. Mereka takut akan suatu hari ketika hati dan
penglihatan mereka berguncang.”
Selintas terlihat ekspresi
gembira diwajah tenang itu.
“Bismillahirrohmaanirrohiim,”
ucapnya mantap.
Sepeninggal Ali, Amir Abdullah
menyelinap ke dalam ruangan sangat rahasia di madrasah yang juga tempat
tinggalnya itu. Hati-hati dia menyiapkan diri.
Bahan kental warna hitam pekat
dimasukkan kedalam ransel hitam, lengkap dengan kabel penghubung berwarna hitam
untuk disambungkan kestopkontak jika kekuatan bahan kental ini habis.
Tanpa banyak menarik perhatian
banyak orang, Amir Abdullah melakukan perjalanan menuju Wonosalam. Bibirnya tak
henti melafalkan hafalan Qur’annya. Dia hampir sampai keayat Al Maidah 58
ketika bus penuh penumpang itu menuju pusat Kota Wonosalam.
Dibenak Abdullah terbayang satu
momen kehidupan umat islam berjaya di atas bumi ini. Pemimpin yang bijak, arif,
dermawan, dan zuhud tertanam dalam jiwa mereka para pemimpin yang alim.
Pemimpin-pemimpin ini dengan mantap dan penuh percaya diri atas rahmat Allah
melakukan kepemerintahan yang berdiri dibawah naungan panji Allah yakni ﻵاﻠﻪاﻻﷲﻤﺤﻣﺪاﻠﺮﺴﻮلﷲ , walaupun
kemungkinan berdirinya negara ini dengan system hanya 1% saja. Bus berhenti
tanda sudah sampai.
Semua telah berkumpul. 6 sahabat
berdiskusi dengan penuh semangat. Tema diskusi mereka yakni ‘Menyingkap
Keagungan Akhlak dan Moral Remaja Modern’. Dengan haru mereka saling mengajukan
pertanyaan, “Mengapa remaja sekarang enggan mentaati perintah yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar?” terlontar dari mulut Sa’id. Salah satu dari 6 orang
tersebut yang belum disebutkan. Dia termasuk yang paling baik hafalan
Qur’annya.
Hening memenuhi ruangan itu.
Semua mata tertuju pada Sa’id. Pertanyaan yang amat cerdik. Hampir-hampir
membungkam hening yang tak begitu lama ̶ slow
motion ̶ Hamid berdiri menjawab dengan cermat dan tepat
sembari tangan bergerak mengikuti irama bicaranya hampir-hampir 35 menit
berbicara menjawab tuntas pertanyaan Sa’id.
Suara riuh
bertakbir meraung-raung di ruang itu, berakhir dengan duduknya Hamid di
kursinya. ̶ slow motion ̶ Berakhir. Semua penghuni ruangan itu
takjub. Selesai.
Ditepi Timur Jawa Tengah Hamid
dan kawan-kawan melaksanakan sholat jama’ah Dhuhur ba’da diskusi dilaksanakan.
Do’a-do’a untuk tercapainya Negara yang berdiri dibawah naungan panji Allah dan
remaja yang berakhlak agung merindukan surga Allah. Diantara mereka ada
menunggu dengan hati berdebar, membayangkan hidup dengan damai dibawah naungan
panji Allah….
Purwokerto,
Minggu 12 juni 2011
Pipo
baru saja bangun tidur setelah pesta seru kemarin malam. Matanya masih berat.
Hari telah tinggi. Disebelahnya tidur dengan pulas Silvia. Dia melangkah keluar
kamar setelah menghindari dua tubuh kawannya yang bergelimpangan di lantai
berkarpet. Malas-malasan dia meraih segelas teh manis bikinan Bi Mirah yang
selalu diletakkan di meja kecil depan kamar bersama koran pagi.
Pipo
mengumpat kecil. Minumannya telah dingin. Asal dia membuka koran. Matanya
terpaku pada suatu berita.
“Gila
nih orang orang fundamentalis,” rutuknya sebal.
“Ada apa?” Tanya Andi yang telah
kembali dari rumah temannya
“Kamu baca deh!” Pipo
melemparkan koran ditangannya.
“Kalau mau mendirikan Negara Islam
begitu jangan disini dong !” ngedumel. “Indonesia kan Negara Demokrasi, gila!”
umpatnya. Pipo memang cinta Indonesia.
Desa Bulurejo, Diwek,
waktu yang sama.
Sa’id
menerima pesan di hapenya. Wajahnya bersinar gembira. Saatnya telah tiba.
“Selamat berjuang lagi, akhi,”
pesan dalam teks di hapenya yang lumayan updates fashion di zaman modern ini.
Senyum mengembang dibibirnya.
Seperti Amir Abdullah, Sa’id
menyiapkan diri dengan hati-hati. Jiwanya dipenuhi gemuruh takbir dan tahmid.
Keindahan akan terciptanya negeri yang penghuninya berakhlak agung menggetarkan
dirinya. tubuhnya terasa ringan.
Tanpa kesulitan, Sa’id melakukan
aksinya mengisi seminar tabligh akbar menuju insan mulia di pusat kota
Wonosalam. Semarak takbir bergema. Puluhan ribu pendengar melantunkan takbir
serentak.
Keesokan harinya, Purwokerto.
Pipo tidak berniat membaca koran.
Hari ini hari ketiga dia absen menghisap lintingan istimewanya. Badan pipo
lemas. Kepalanya pusing. Mulutnya terasa kering. Hatinya mengutuk rekan yang
biasanya setia memasok barang itu.
Nasional Indonesia mengecap aksi
Ormas Islam di Jawa Timur. Sementara itu ditepi Timur Jawa Tengah, Hamid sedang
duduk berkeliling bersama sekelompok pemuda yang lain.
“Bumi Allah adalah tempat
berpijak kita hamba Allah diseluruh Dunia. Kita senantiasa berusaha menjadi
abid Allah yang taqwa yang ma’ruf dan nahi mungkar. Kekufuran dan kemunafikan
merenggut citra islam dalam sanubari mereka. Upaya kita ialah mengajak mereka
menuju arah kepada Allah yakni mengikuti dan menjalankan perintah, dan sunnah
NabiNya serta menjauhi laranganNya” suara Hamid mantap dan dalam.
“Ya akhi,” Hamid mengedarkan
pandang kesekeliling.
“Perjuangan mengemban amanah
Allah ini akan terus berlanjut, berapapun harganya. KH. Zainudin MZ memang
telah syahid, tetapi perjuangan tak kan berhenti. Kaum orientalis boleh saja
menyebarkan pahamnya, tapi kita tidak rela membiarkan sejengkalpun pengikut
paham mereka.” Wajah Hamid kukuh seperti karang.
“Hanya ada dua pilihan; kita
diam terhina atau terus maju membebaskan negeri ini dari kekufuran dan
kemunafikan. Kita telah memilih.”
Para pemuda itu memperbaharui
tekad mereka. Jika saja bangsa yang kufur dan munafik ini mendengar ucapan
amarah dan tekad baja para pemuda, mereka akan lari terbirit-birit, tak berani
kembali ke daerah khilafah Allah yang Agung itu, selamanya. Kecuali rahmatNya
membawa Taubatan Nasuha pada mereka. Tekad itu bahkan menggetarkan langit,
menimbulkan kekaguman para malaikat.
Catatan :
+ amanah ->
adalah sesuatu yang harus dikerjakan dan hukumnya wajib. Amanah Allah ialah
kita sebagai makhluk ciptaanNya wajib menyembahNya, bersujud padaNya dan haram
mempermainkan dan menghina agama Allah seperti :
-
Orang yang membicarakan malu, akhlak dan kehormatan
yang termasuk prinsip islam sebagai kampungan, feudal, borjuis dan usang.
-
Orang yang mengingkari kedaulatan Allah yang
mutlak didalam realitas kehidupan manusia; politik, sosial, ekonomi,
perundang-undangan, malah mereka mengatakan, “Manusia hendaknya mengatur
masalah ini tanpa adanya keterikatan dengan syari’at Allah.”
-
Orang yang menganggap NASIONALISME bangsa itu
lebih baik daripada Kedaulatan Islam mengambil alih segala peraturan dalam
realitas kehidupan.
jul
BalasHapus